Oleh Hadi Purnama
Data memuaskan bagian analitik otak kita,
tetapi cerita mampu menyentuh hati kita.
***
Bila dulu Britania Raya mampu menguasai dunia selama berabad-abad dengan
bermodalkan menguasai samudera. Maka kini, selain menguasai samudera luas,
sebagai representasi geopolitik, maka siapapun dapat menguasai dunia ketika
menguasai komunikasi melalui teknik
bercerita (story telling).
Ini bukan isapan jempol belaka. Ribuan tahun silam
hal itu sudah disampaikan filsuf Yunani kuno, Plato, yang mengatakan ”Those who tell stories rule society.” Bila diterjemahkan secara
bebas, ucapan Plato kira-kira seperti ini ”Siapa pun mereka yang mampu
bercerita maka akan menguasai masyarakat.”
Komunikasi sebagai Kuasa
Bila dibingkai dengan konteks kekinian ketika peran komunikasi kian
penting, maka siapa pun (individu, kelompok, institusi,
korporasi, maupun negara) yang ingin memengaruhi – atau bahkan menguasai -
pihak lain melalui komunikasi, maka dapat menggunakan storytelling untuk mewujudkannya.
Seorang Raditya Dika yang semula dikenal sebagai bloger, berhasil ”menghipnotis” jutaan orang (khusus-nya dari
kalangan ABG) dengan kemampuan story
telling. Bermodalkan kemam-puannya meramu kisah kese-harian anak muda yang
di-gambarkan berkepribadian kikuk, introvert, susah berga-ul, dan bangga dengan
predikatnya sebagai jomblo, Raditya Dika pantas disebut sebagai anak muda yang saat
ini paling berpengaruh di Indonesia.
Ukuran pengaruhnya bisa dilihat dari beberapa indikator sederhana. Pertama,
dari jumlah followers akun media sosial Raditya Dika di Twitter sudah menembus
angka 14,7 juta, sedangkan akun Instagramnya memiliki 5,2 juta followers!
Kepiawaiannya membuat kisah kemudian berbuah menjadi 8 novel, mulai dari
Kambing Jantan (2005) hingga Koala Kumal (2015), belasan episode serial TV, dan
sedikitnya lima film layar lebar yang berhasil mencetak jumlah penonton lebih
dari satu juta!
Semua itu dicapai melalui kepiawaiannya membangun story telling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar