Kamis, 11 Oktober 2012

HUMAS DI ERA PARTISIPASI



Oleh Hadi Purnama
(A Tribute to Dr. Elvinaro Ardianto)



Wajah dunia saat ini memang telah berubah drastis seiring kian merasuknya peran dan pengaruh internet di hampir setiap aktivitas manusia. Tanpa kecuali hal ini berdampak pada praktik kehumasan di Indonesia. Kasus Prita Mulyasari yang bermula dari opini yang diposting melalui blog pribadi, kemudian menjadi studi kasus yang menunjukkan kegagapan para praktisi kehumasan menghadapi era baru yang serba online.  
         Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 2 milyar pengguna internet di seluruh dunia, atau hampir sepertiga jumlah penduduk dunia saat ini yang mencapai 6,9 milyar jiwa. Dan, Indonesia menjadi salah satu negara di Asia dengan pertumbuhan jumlah pengguna internet terpesat. Karena saat ini diperkirakan terdapat sekira 55 juta pengguna Internet dari lebih 240 juta penduduk Indonesia.
Implikasi Media Online      
         Kehadiran media online membawa implikasi serius bagi praktik kehumasan. Di satu sisi Internet telah memudahkan diseminasi informasi dan komunikasi kepada pihak pemangku kepentingan (stakeholder). Di sisi lain stakeholder memiliki akses lebih besar untuk mengarrtikulasikan gagasannya melalui media online. Terlebih ketika media online – khususnya web 2.0 - membuka ruang lebih luas bagi stakeholder untuk berpartisipasi. Ini sejalan dengan pernyataan CEO Sun Microsystem - Scott McNealy - bahwa “Kita telah berpindah era abad informasi menuju era partisipasi.
         Di era partisipasi setiap institusi atau individu dapat bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen berita, gagasan dan hiburan pada saat bersamaan. Terlebih lanskap web 2.0 menawarkan sejumlah fasilitas seperti aplikasi web, content sharing, filtering, dan jejaring sosial (social network) yang terepresentasikan diantaranya melalui Facebook, Twitter, YouTube, Blogger, Wikis, Linkedin, Skype dan Digg.
         Pergeseran ini tentu saja harus disikapi serius oleh para praktisi humas, baik di lingkungan pemerintahan maupun swasta. Karena kini “pertarungan wacana” ber-langsung tidak hanya melalui ranah media massa konvensional.  Kita telah memasuki sebuah ekosistem media baru, yakni media online yang kini web 3.0. Selain memiliki sejumlah keunggulan (advantages), web 3.0 juga tidak bisa sepenuhnya dikontrol oleh para praktisi kehumasan mengingat  karakteristik unik yang melekat pada media online seperti interaktifitas, hipertektualitas, bersifat multimedia, personalisasi, real time, serta berdaya jangkau global.
         Dengan karakteristik yang tidak dimiliki oleh media tradisional, pantas bila banyak pihak kemudian justru gagap menggunakan web 3.0 sebagai tools yang dapat membantu tugas kehumasan. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah adanya kesenjangan digital (digital divide) diantaranya dikarenakan masih terbatasnya akses terhadap ICT, khususnya Internet, serta tingkat keterampilan melek dan kemampuan menggunakan ICT secara efektif.
         Sudah menjadi rahasia umum masih banyak praktisi humas – terlebih mereka yang digolongkan sebagai digital immigrants – kerap kali gaptek atau tidak begitu peduli dengan media online.  Digital immigrants merupakan Istilah yang dikenalkan oleh Marc Prensky merujuk pada generasi yang lahir pra era digital. Mereka yang tidak sepe-nuhnya memahami ekologi baru media online. Sehingga seringkali gagal meman-faatkan segala kelebihan yang dimiliki media online. Sebaliknya, kontras dengan pengguna media online saat ini yang mayoritas berasal dari generasi berjuluk digital native. Mereka yang berasal sekaligus dibesarkan dari lingkungan yang serba digital, sehingga mengenal baik karakteristik gadget beserta perangkat lunaknya.
Pekerjaan Rumah Insan Humas        
         Padahal apabila praktisi humas mau dan mampu memahami karakteristik media online, ada begitu banyak manfaat yang dapat dipetik darinya. Selain mampu mendiseminasi informasi lebih cepat, dengan jangkauan luas (global) serta konten yang lebih lengkap dan dalam (baik melalui fasilitas hyperlink maupun fasilitas multimedia dan multiplatform).
         Komunikasi melalui media online selain memungkinkannya update informasi secara berkala dalam hitungan waktu real time, juga mendorong tumbuhnya partisipasi diantara stakeholder. Ini semua akan bermuara pada terbentuknya proses pemahaman lebih baik antara perusahaan/institusi dengan stakeholder, melalui berbagai kanal media online.
         Lebih jauh dari itu, para praktisi humas akan memperoleh feedback dari stakeholder lebih cepat, langsung, dan spontan, sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi program yang akan atau telah dilaksanakan.  Terlebih dengan dukungan sistem komunikasi bergerak (mobile), maka akan lebih mudah mendekatkan company interest dengan public interest, agar bidang irisan diantara keduanya kian bertambah lebar. Sebuah tugas tidak ringan yang sejatinya memang diemban oleh insan humas dimanapun mereka berkiprah. Bukankah ini menjadi salah satu tujuan utama kehumasan?
         Barangkali inilah salah satu pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan oleh insan humas yang mulai menapaki era baru, era partisipasi. Tugas yang tidak ringan sudah seharusnya menjadi agenda bersama, bukan saja bagi jajaran pengurus Perhumas melainkan juga setiap anggota Perhumas dan praktisi kehumasan.
Semoga.

Penulis adalah dosen komunikasi  dan pengurus Perhumas Bandung
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar